JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) terus menelusuri transaksi keuangan mencurigakan atas nama Muhammad Nazaruddin. Bahkan, kini, lembaga yang dipimpin Yunus Husein itu menemukan bahwa transaksi mencurigakan milik Nazaruddin terus meninggat hingga menjadi 144 transaksi.
"Nggak semuanya terkait dengan kasus suap wisma atlet," kata Ketua PPATK Yunus Husein di sela seminar tentang Perlindungan Whistleblower di Jakarta kemarin (19/4). Yunus pun menduga bahwa aliran dana tersebut juga terkait dengan kasus-kasus lain yang menyangkut nama Nazaruddin. Lebih lanjut anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu menerangkan, 144 transaksi tersebut dilakukan melalui 16 bank. Namun saat ditanya tentang bank apa saja yang digunakan dalam berbagai transaksi Nazaruddin itu, Yunus menolak untuk membeberkan.
Nah, sedangkan untuk jumlah terbesar adalah Rp 187 miliar. Selain itu juga ada transaksi uang tunai yang disebutkan Yunus besarannya sekitar Rp 54,7 miliar. Alumni Fakultas Hukum UI itu mengaku bahwa data tersebut merupakan data terbaru yang dia peroleh. "Tadi pagi saya baru di BBM (Blackberry Messenger)," imbuhnya.
Seperti yang diketahui, dalam data sebelumnya yang dikeluarkan pada awal bulan ini, PPATK mencatat ada 109 transaksi mencurigakan yang terkait dengan nama Nazaruddin. Kebanyakan, dari transaksi tersebut terkait dengan perusahaan. Memang, nama Nazaruddin tercatat sebagai komisaris beberapa perusahaan yang juga disebut-sebut tersangkat kasus korupsi di beberapa kementerian.
Di antaranya adalah PT Anak Negeri yang menjadi perantara kasus suap proyek wisma atlet dan PT Anugerah Nuasantara yang tercatat sebagai salah satu pemenang dalam tender proyek Pengadaan dan Revitalisasi Sarana dan Prasarana di Kemendiknas senilai Rp 142 miliar. Namun Yunus enggan membeberkan lebih lanjut tentang perusahaan mana saja yang terkait dengan Nazaruddin dalam transaksi mencurigakan tersebut. Yunus pun beralasan bahwa semua data yang diperolehnya sudah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Secara terpisah, Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendalami data-data tentang transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan Nazaruddin untuk keperluan penyidikan. Karena untuk kepentingan penyidikan, Busyro pun enggan untuk membeberkan lebih lanjut.
Sementara itu, hari ini sidang lanjutan kasus suap wisma atlet kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kali ini, Mindo Rosalina Manulang akan duduk sebagai terdakwa untuk kali pertama. Menurut Jadwal, sidang akan digelar sekitar pukul 09.00.
Di bagian lain, Nazaruddin kembali bernyanyi. Kemarin, dalam sebuah wawancara melalui sambungan telepon dengan salah satu stasiun televisi swasta, Nazaruddin kembali menuding keterlibatan beberapa pihak dalam berbagai kasus korupsi di tanah air. Yang paling banyak disebut-sebut adalah Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Bahkan, Nazaruddin menuding Anas adalah orang yang merekayasa kasus wisma atlet dan merupakan orang yang menerima aliran dana dari kasus tersebut. Selain itu mantan Bendum Partai Demokrat itu lalu menjelaskan bahwa Anas-lah yang mengamankan kasus wisma atlet setelah meledak ke publik. Anas juga yang memerintahkan dirinya untuk terbang ke Singapura. Tak hanya itu, menurut Nazaruddin, Ketua umum partai berlambang mercy itu langsung membuat kesepatakan dengan petinggi KPK.
"Chandra Hamzah (wakil ketua KPK) dan Ade Raharja (deputi penindakan KPK) akan masuk kembali kepada kepengurusan KPK di masa mendatang. Syaratnya, KPK diminta untuk tidak memproses kasus yang melibatkan Anas Urbaningrum, Nirwan Amir dan Angelina Sondkah," ucapnya.
Nazaruddin juga mengungkapkan keengganan dirinya datang ke KPK lantaran tidak percaya dengan lemabaga antikorupsi itu. "Asal anda tahu, pada November 2010 Chandra menerima uang dari pengusaha. Chandra (mengancam) mau menaikkan kasus pengadaan kasus pengadaan baju hansip pemilu. KPK itu bohong dan perampok," ucapnya.
Terpisah Chandra langsung membantah tuduhan Nazaruddin yang ditujukan kepadanya. Saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, pimpinan KPK yang juga mencalonkan diri untuk periode selanjutnya itu hanya menjawab singkat. "Nggak benar".
Elite Partai Demokrat juga tampak panik dengan maneuver Nazaruddin itu. Bahkan, tadi malam mantan Ketua Tim Sukses Anas Urbaingrum, Ahmad Mubarok, langsung membantah adanya politik uang memenangkan jagonya saat kongres lalu. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut juga menegaskan bahwa kemenangan Anas bukan karena adanya sokongan dana dari buronan KPK tersebut.
"Saya sudah menghubungi DPC pendukung Anas, mereka membantah menerima uang ribuan dolar dari Nazaruddin," ujar Ahmad Mubarok, saat dihubungi, kemarin (19/7). Menurut dia, para DPC tersebut justru terheran-heran dengan tudingan mantan bendahara umum PD tersebut.
Sebagai tim sukses, Mubarok juga tidak mengetahui adanya politik uang memenangkan Anas. "Sepengetahuan saya tidak ada, nggak tahu kalau dia (Nazaruddin, Red) ngasih," imbuhnya.
Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustopa membantah tudingan Nazaruddin. Salah satu anggota tim pemenangan Anas Urbaningrum dalam Kongres Partai Demokrat lalu itu menyatakan, bahwa kemenangan Anas di kongres bukan karena faktor-faktor transaksional. "Jadi tidak terkait dengan money politic," katanya.
Terkait tudingan kedekatan sekaligus ada deal Anas dengan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Direktur Penindakan Ade Rahardja, Saan juga menegaskan bahwa hal itu sangat keliru. "KPK itu setahu saya adalah lembaga yang tidak bisa diintervensi siapapun apalagi hanya oleh Anas," ujarnya.
Karena itu lah, lanjut dia, kalau dikatakan bahwa Nazaruddin tidak mau pulang karena KPK tidak independent juga sangat tidak tepat. "Setahu saya juga tidak pernah ada pertemuan antara Anas dan pimpinan KPK yang dimaksud oleh Nazaruddin," imbuhnya.
Secara terpisah, saat dikonfirmasikan pada Marzuki Alie, mantan seteru Anas dalam kongres lalu, wakil ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu justru menangkap adanya kesan upaya membentur-benturkan antar kader partai pasca pernyataan Nazaruddin. Pada kesempatan itu, dia berharap, agar seluruh pihak tidak lagi menyebut dirinya atau kader-kader yang pernah mendukungnya sebagai kubu Marzuki Alie.
"Saya meminta dengan hormat media atau siapapun untuk tidak menyebut lagi istilah kelompok atau kubu Marzuki dalam kaitan berita-berita apapun. Bahwa kelompok-kelompok atau kubu tersebut hanya ada pada saat kongres PD di Bandung dalam rangkaian kegiatan pemilihan Ketua Umum PD," ujar Marzuki.
Menurut Marzuki manakala seseorang telah terpilih sebagai ketua umum dengan berbagai pertimbangan, maka hasilnya sudah harus bisa diterima berbagai pihak. Tidak ada dan tidak boleh lagi ada istilah kelompok atau kubu karena semuanya telah menyatu dalam kepengurusan DPP hasil kongres.
"Tanggung jawab pembinaan siapapun pengurus DPP dari kelompok atau kubu manapun sudah menjadi tanggung jawab ketua umum terpilih. Penyebutan kubu tersebut justru bernuansa mengadudomba elite PD sehingga menimbulkan kebingungan kader," tegasnya, kembali.
Wasekjen DPP Partai Demokrat Saan Musthopa menambahkan Rakornas mendatang tidak akan membahas atau mengarah kepada perombakan struktur partai. "Itu tidak secara spesifik dibahas," kata Saan.
Menurut dia, Rakornas akan lebih bersifat strategis, yakni sebagai ajang konsolidasi dan momentum untuk meningkatkan kinerja partai. "Nanti yang pasti ada pengarahan dari Ketua Dewan Pembina (Susilo Bambang Yudhoyono, Red). Ini akan menjadi sesuatu yang penting," ujar anggota Komisi III DPR, itu.
Dia menambahkan Rakornas akan dihadiri sekitar 5.000 peserta, mencakup struktural partai mulai DPP sampai DPC. Seluruh anggota DPR dan DPRD dari Partai Demokrat juga akan ikut berkumpul.
Apakah Rakornas sekaligus menjadi ajang "bersih -bersih" internal dari kader bermasalah? "Nanti semua akan di-list (masuk daftar, Red). Tapi, itu tidak spesifik dibicarakan. Bagaimanapun itu sudah bagian yang inheren dari partai yang berkomitment pada penegakan hukum dan pemberantas korupsi," jelasnya.
Dia juga memastikan Rakornas akan "steril" dari tarik menarik kepentingan jangka pendek. Apalagi, sampai menjadi pintu masuk untuk melengserkan Anas Urbaningrum dari posisi ketua umum melalui Kongres Luar Biasa (KLB). "Insya Allah tidak ada itu. Semua sudah ditegaskan Ketua Dewan Pembina, tidak ada rumor dan spekulasi (mengenai KLB, Red)," kata Saan.
Secara terpisah, Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menyayangkan kecederungan yang berkembang di Partai Demokrat. Menurut dia, kuatnya kendali kekuasaan di luar struktur pengurus harian bukanlah gejala yang sehat di suatu parpol. "Gejala yang tidak sehat itu, misalnya, KLB atau tidak KLB yang memutuskannya Pak SBY. Bahkan, sampai mengkomunikasikannya kepada publik kalau tidak ada KLB. Sejatinya itu keputusan Rakornas nanti," katanya.
Dia menyebut seorang Ketua Dewan Pembina seharusnya tidak terlalu mengintervensi struktur DPP. "Kadang -kadang saja terlibat. Tapi, tidak mengikat dalam hubungannya dengan pengurus partai," tegas Ray. (kuh/dyn/pri)
"Nggak semuanya terkait dengan kasus suap wisma atlet," kata Ketua PPATK Yunus Husein di sela seminar tentang Perlindungan Whistleblower di Jakarta kemarin (19/4). Yunus pun menduga bahwa aliran dana tersebut juga terkait dengan kasus-kasus lain yang menyangkut nama Nazaruddin. Lebih lanjut anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu menerangkan, 144 transaksi tersebut dilakukan melalui 16 bank. Namun saat ditanya tentang bank apa saja yang digunakan dalam berbagai transaksi Nazaruddin itu, Yunus menolak untuk membeberkan.
Nah, sedangkan untuk jumlah terbesar adalah Rp 187 miliar. Selain itu juga ada transaksi uang tunai yang disebutkan Yunus besarannya sekitar Rp 54,7 miliar. Alumni Fakultas Hukum UI itu mengaku bahwa data tersebut merupakan data terbaru yang dia peroleh. "Tadi pagi saya baru di BBM (Blackberry Messenger)," imbuhnya.
Seperti yang diketahui, dalam data sebelumnya yang dikeluarkan pada awal bulan ini, PPATK mencatat ada 109 transaksi mencurigakan yang terkait dengan nama Nazaruddin. Kebanyakan, dari transaksi tersebut terkait dengan perusahaan. Memang, nama Nazaruddin tercatat sebagai komisaris beberapa perusahaan yang juga disebut-sebut tersangkat kasus korupsi di beberapa kementerian.
Di antaranya adalah PT Anak Negeri yang menjadi perantara kasus suap proyek wisma atlet dan PT Anugerah Nuasantara yang tercatat sebagai salah satu pemenang dalam tender proyek Pengadaan dan Revitalisasi Sarana dan Prasarana di Kemendiknas senilai Rp 142 miliar. Namun Yunus enggan membeberkan lebih lanjut tentang perusahaan mana saja yang terkait dengan Nazaruddin dalam transaksi mencurigakan tersebut. Yunus pun beralasan bahwa semua data yang diperolehnya sudah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Secara terpisah, Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendalami data-data tentang transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan Nazaruddin untuk keperluan penyidikan. Karena untuk kepentingan penyidikan, Busyro pun enggan untuk membeberkan lebih lanjut.
Sementara itu, hari ini sidang lanjutan kasus suap wisma atlet kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kali ini, Mindo Rosalina Manulang akan duduk sebagai terdakwa untuk kali pertama. Menurut Jadwal, sidang akan digelar sekitar pukul 09.00.
Di bagian lain, Nazaruddin kembali bernyanyi. Kemarin, dalam sebuah wawancara melalui sambungan telepon dengan salah satu stasiun televisi swasta, Nazaruddin kembali menuding keterlibatan beberapa pihak dalam berbagai kasus korupsi di tanah air. Yang paling banyak disebut-sebut adalah Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Bahkan, Nazaruddin menuding Anas adalah orang yang merekayasa kasus wisma atlet dan merupakan orang yang menerima aliran dana dari kasus tersebut. Selain itu mantan Bendum Partai Demokrat itu lalu menjelaskan bahwa Anas-lah yang mengamankan kasus wisma atlet setelah meledak ke publik. Anas juga yang memerintahkan dirinya untuk terbang ke Singapura. Tak hanya itu, menurut Nazaruddin, Ketua umum partai berlambang mercy itu langsung membuat kesepatakan dengan petinggi KPK.
"Chandra Hamzah (wakil ketua KPK) dan Ade Raharja (deputi penindakan KPK) akan masuk kembali kepada kepengurusan KPK di masa mendatang. Syaratnya, KPK diminta untuk tidak memproses kasus yang melibatkan Anas Urbaningrum, Nirwan Amir dan Angelina Sondkah," ucapnya.
Nazaruddin juga mengungkapkan keengganan dirinya datang ke KPK lantaran tidak percaya dengan lemabaga antikorupsi itu. "Asal anda tahu, pada November 2010 Chandra menerima uang dari pengusaha. Chandra (mengancam) mau menaikkan kasus pengadaan kasus pengadaan baju hansip pemilu. KPK itu bohong dan perampok," ucapnya.
Terpisah Chandra langsung membantah tuduhan Nazaruddin yang ditujukan kepadanya. Saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, pimpinan KPK yang juga mencalonkan diri untuk periode selanjutnya itu hanya menjawab singkat. "Nggak benar".
Elite Partai Demokrat juga tampak panik dengan maneuver Nazaruddin itu. Bahkan, tadi malam mantan Ketua Tim Sukses Anas Urbaingrum, Ahmad Mubarok, langsung membantah adanya politik uang memenangkan jagonya saat kongres lalu. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut juga menegaskan bahwa kemenangan Anas bukan karena adanya sokongan dana dari buronan KPK tersebut.
"Saya sudah menghubungi DPC pendukung Anas, mereka membantah menerima uang ribuan dolar dari Nazaruddin," ujar Ahmad Mubarok, saat dihubungi, kemarin (19/7). Menurut dia, para DPC tersebut justru terheran-heran dengan tudingan mantan bendahara umum PD tersebut.
Sebagai tim sukses, Mubarok juga tidak mengetahui adanya politik uang memenangkan Anas. "Sepengetahuan saya tidak ada, nggak tahu kalau dia (Nazaruddin, Red) ngasih," imbuhnya.
Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustopa membantah tudingan Nazaruddin. Salah satu anggota tim pemenangan Anas Urbaningrum dalam Kongres Partai Demokrat lalu itu menyatakan, bahwa kemenangan Anas di kongres bukan karena faktor-faktor transaksional. "Jadi tidak terkait dengan money politic," katanya.
Terkait tudingan kedekatan sekaligus ada deal Anas dengan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Direktur Penindakan Ade Rahardja, Saan juga menegaskan bahwa hal itu sangat keliru. "KPK itu setahu saya adalah lembaga yang tidak bisa diintervensi siapapun apalagi hanya oleh Anas," ujarnya.
Karena itu lah, lanjut dia, kalau dikatakan bahwa Nazaruddin tidak mau pulang karena KPK tidak independent juga sangat tidak tepat. "Setahu saya juga tidak pernah ada pertemuan antara Anas dan pimpinan KPK yang dimaksud oleh Nazaruddin," imbuhnya.
Secara terpisah, saat dikonfirmasikan pada Marzuki Alie, mantan seteru Anas dalam kongres lalu, wakil ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu justru menangkap adanya kesan upaya membentur-benturkan antar kader partai pasca pernyataan Nazaruddin. Pada kesempatan itu, dia berharap, agar seluruh pihak tidak lagi menyebut dirinya atau kader-kader yang pernah mendukungnya sebagai kubu Marzuki Alie.
"Saya meminta dengan hormat media atau siapapun untuk tidak menyebut lagi istilah kelompok atau kubu Marzuki dalam kaitan berita-berita apapun. Bahwa kelompok-kelompok atau kubu tersebut hanya ada pada saat kongres PD di Bandung dalam rangkaian kegiatan pemilihan Ketua Umum PD," ujar Marzuki.
Menurut Marzuki manakala seseorang telah terpilih sebagai ketua umum dengan berbagai pertimbangan, maka hasilnya sudah harus bisa diterima berbagai pihak. Tidak ada dan tidak boleh lagi ada istilah kelompok atau kubu karena semuanya telah menyatu dalam kepengurusan DPP hasil kongres.
"Tanggung jawab pembinaan siapapun pengurus DPP dari kelompok atau kubu manapun sudah menjadi tanggung jawab ketua umum terpilih. Penyebutan kubu tersebut justru bernuansa mengadudomba elite PD sehingga menimbulkan kebingungan kader," tegasnya, kembali.
Wasekjen DPP Partai Demokrat Saan Musthopa menambahkan Rakornas mendatang tidak akan membahas atau mengarah kepada perombakan struktur partai. "Itu tidak secara spesifik dibahas," kata Saan.
Menurut dia, Rakornas akan lebih bersifat strategis, yakni sebagai ajang konsolidasi dan momentum untuk meningkatkan kinerja partai. "Nanti yang pasti ada pengarahan dari Ketua Dewan Pembina (Susilo Bambang Yudhoyono, Red). Ini akan menjadi sesuatu yang penting," ujar anggota Komisi III DPR, itu.
Dia menambahkan Rakornas akan dihadiri sekitar 5.000 peserta, mencakup struktural partai mulai DPP sampai DPC. Seluruh anggota DPR dan DPRD dari Partai Demokrat juga akan ikut berkumpul.
Apakah Rakornas sekaligus menjadi ajang "bersih -bersih" internal dari kader bermasalah? "Nanti semua akan di-list (masuk daftar, Red). Tapi, itu tidak spesifik dibicarakan. Bagaimanapun itu sudah bagian yang inheren dari partai yang berkomitment pada penegakan hukum dan pemberantas korupsi," jelasnya.
Dia juga memastikan Rakornas akan "steril" dari tarik menarik kepentingan jangka pendek. Apalagi, sampai menjadi pintu masuk untuk melengserkan Anas Urbaningrum dari posisi ketua umum melalui Kongres Luar Biasa (KLB). "Insya Allah tidak ada itu. Semua sudah ditegaskan Ketua Dewan Pembina, tidak ada rumor dan spekulasi (mengenai KLB, Red)," kata Saan.
Secara terpisah, Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menyayangkan kecederungan yang berkembang di Partai Demokrat. Menurut dia, kuatnya kendali kekuasaan di luar struktur pengurus harian bukanlah gejala yang sehat di suatu parpol. "Gejala yang tidak sehat itu, misalnya, KLB atau tidak KLB yang memutuskannya Pak SBY. Bahkan, sampai mengkomunikasikannya kepada publik kalau tidak ada KLB. Sejatinya itu keputusan Rakornas nanti," katanya.
Dia menyebut seorang Ketua Dewan Pembina seharusnya tidak terlalu mengintervensi struktur DPP. "Kadang -kadang saja terlibat. Tapi, tidak mengikat dalam hubungannya dengan pengurus partai," tegas Ray. (kuh/dyn/pri)
No comments:
Post a Comment